Bank Indonesia
Bank Indonesia (BI) ialah bank sentra Republik Indonesia seperti Pasal 23D Undang-Undang Landasan Negara Republik Indonesia (UUD) dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Mengenai Bank Indonesia[1]. Saat sebelum dinasionalisasi seperti Undang-Undang Dasar Bank Indonesia pada 1 Juli 1953, bank ini namanya De Javasche Bank (DJB) yang dibangun berdasar Oktroi pada periode pemerintah Hindia Belanda.[2] Sebagai bank sentra, BI memiliki arah tunggal, yakni capai dan memiara konsistensi nilai rupiah. Konsistensi nilai rupiah ini memiliki kandungan dua dimensi, yakni konsistensi nilai mata uang pada barang dan layanan lokal (inflasi), dan konsistensi pada mata uang negara lain (kurs).
![]() |
| Pengertian Bank Indonesia |
Untuk capai arah itu BI disokong oleh tiga pilar yang disebut tiga sektor pekerjaannya. Ke-3 pekerjaan ini ialah:
- Memutuskan dan melakukan peraturan moneter;
- Mengendalikan dan jaga kelancaran mekanisme pembayaran; dan
- Mengendalikan dan memantau perbankan (pekerjaan ini masih berlaku pasca-UU OJK tetapi diprioritaskan pada faktor makroprudensial dalam rencana jaga kestabilan mekanisme keuangan di Indonesia).
Ke-3 pekerjaan itu digerakkan secara terpadu supaya arah capai dan memiara konsistensi nilai rupiah bisa diraih secara efisien dan efektif. Sesudah pekerjaan mengendalikan dan memantau perbankan secara mikroprudensial diarahkan ke Kewenangan Layanan Keuangan, pekerjaan BI dalam mengendalikan dan memantau perbankan masih berlaku, tetapi diprioritaskan pada faktor makroprudensial mekanisme perbankan[5].
BI jadi salah satu instansi yang mempunyai hak untuk mengedarkan uang di Indonesia. Dalam melakukan pekerjaan dan kuasanya BI dipegang oleh Dewan Gubernur yang dipimpin dengan seorang Gubernur Bank Indonesia. Semenjak 24 Mei 2018, Perry Warjiyo memegang sebagai Gubernur BI gantikan Agus Martowardojo.
Dasar Hukum Pendirian Bank Indonesia
Dalam perjalanannya, peranan bank Indonesia alami perombakan sesuai dinamika ekonomi, sosial dan politik baik nasional atau global. Searah dengan itu, UU sebagai landasan hukum keberadaan Bank Indonesia alami penggantian dan pembaruan. UU sekarang ini sebagai landasan hukum Bank Indonesia ialah UU Nomor 23 Tahun 1999 Mengenai Bank Indonesia (yang sudah seringkali alami pembaruan, paling akhir dengan UU No. 6 Tahun 2009).
Bukan hanya pada tataran UU, perombakan fundamental terjadi pada tataran konstitusional. Amandemen Ke-4 Undang-Undang Landasan Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), menyelipkan satu pasal baru, 23D, yang mengeluarkan bunyi, " Negara mempunyai satu bank sentra yang formasi, posisi, wewenang, tanggung jawab dan independensinya ditata dengan Undang-Undang."
Sejarah Bank Indonesia
Selama saat Oktroi, DJB sukses menuntaskan persoalan moneter (yang khususnya diakibatkan oleh penerbitan mata uang specie (khususnya koin tembaga) terlalu berlebih) dan mengaplikasikan standard nilai ganti emas (gold-exchange standar). Karena itu, walau mata uang di Pusat Kerajaan (Holandia) dan di wilayah koloni berbeda, tetapi ke-2 mata uang itu bisa ditransaksikan dengan kurs 1:1. Usaha menjaga konsistensi kurs itu penting untuk persero-persero di wilayah koloni, ingat sebagian besar profit bisnis dan kelebihan dana direpatriasi ke beberapa kantor pusat mereka di Holandia. Pada periode Oktroi VIII, DJB mulai mengenalkan mekanisme kliring di Batavia yang dituruti oleh 6 bank terkenal periode itu: DJB, NHM Faktory, Hongkong and Shanghai Banking Corp, Chartered Bank of India, Australia and China Bank, dan De Nederlandsche Indische Escompto Maatschappij.
Pada periode Perang Dunia I, Belanda hentikan sesaat implementasi standard nilai ganti emas karena menipisnya cadangan emas di Eropa. Disamping itu, Kerajaan Belanda mengganti secara mencolok tata urus DJB dengan mengeluarkan Undang-Undang DJB (De Javasche Bankwet) pada 1922. Berdasar beleid itu, DJB diharuskan minta instruksi dari Pemerintahan Kerajaan dalam jalankan peraturan di wilayah koloni. DJB harus mendapatkan kesepakatan dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk kepentingan-urusan operasional tertentu. Disamping itu, UU itu lain mengenalkan peranan baru ke DJB, yakni sebagai agen pajak atau pemegang kas umum pemerintah penjajahan. Beberapa amandemen pada UU itu dilaksanakan sesudah 1922. Namun, susunan dan tata urus DJB relatif tetap sama sampai saat Pemerintah Revolusi Indonesia menggantikan DJB dan menggantinya jadi Bank Indonesia pada 1952.
Di tahun 1953, Undang-Undang Dasar Bank Indonesia memutuskan pendirian Bank Indonesia untuk gantikan peranan De Javasche Bank sebagai bank sentra, dengan 3 pekerjaan khusus di bagian moneter, perbankan, dan mekanisme pembayaran. Selain itu, Bank Indonesia dikasih pekerjaan penting lain dalam hubungan dengan Pemerintahan dan meneruskan peranan bank komersil yang dilaksanakan oleh DJB awalnya.
Di tahun 1968 diedarkan Undang-Undang Bank Sentra yang mengendalikan posisi dan pekerjaan Bank Indonesia sebagai bank sentra, terpisah dari beberapa bank yang lain lakukan peranan komersil. Kecuali tiga pekerjaan dasar bank sentra, Bank Indonesia bekerja menolong Pemerintahan sebagai agen pembangunan menggerakkan kelancaran produksi dan pembangunan dan memperlebar peluang kerja buat tingkatkan tingkat hidup rakyat.
Tahun 1999 adalah Set baru dalam riwayat Bank Indonesia, sesuai UU No.23/1999 yang memutuskan arah tunggal Bank Indonesia yakni capai dan memiara konsistensi nilai rupiah.
Di tahun 2004, Undang-Undang Bank Indonesia diamendemen dengan konsentrasi pada faktor penting yang berkaitan dengan penerapan pekerjaan dan kuasa Bank Indonesia, terhitung pengokohan governance. Di tahun 2008, Pemerintahan keluarkan Ketentuan Pemerintahan Alternatif Undang-Undang No.dua tahun 2008 mengenai Perombakan Ke-2 atas Undang-Undang No.23 tahun 1999 mengenai Bank Indonesia sebagai sisi dari usaha jaga kestabilan mekanisme keuangan. Amendemen ditujukan untuk tingkatkan ketahanan perbankan nasional dalam hadapi kritis global lewat kenaikan akses perbankan pada Sarana Pembiayaan Periode Pendek dari Bank Indonesia.
Status dan Kedudukan Bank Indonesia
Sebagai Lembaga Negara yang Independen
Sebagai Badan Hukum
Tujuan dan Tugas Bank Indonesia
Tiga Pilar Utama
Untuk capai arah itu Bank Indonesia disokong oleh tiga pilar yang disebut tiga sektor pekerjaannya. Ke-3 sektor pekerjaan ini ialah:
- Memutuskan dan melakukan peraturan moneter.
- Mengendalikan dan jaga kelancaran mekanisme pembayaran, dan
- Jaga kestabilan mekanisme keuangan.
Pengaturan dan Pengawasan Bank
Dalam rencana pekerjaan mengendalikan dan memantau perbankan, Bank Indonesia memutuskan ketentuan, memberi dan mengambil ijin atas kelembagaan atau aktivitas usaha tertentu dari bank, melakukan pemantauan atas bank, dan kenakan ancaman pada bank sesuai ketetapan perundang-undangan yang berjalan.Dalam penerapan pekerjaan ini, Bank Indonesia berkuasa memutuskan ketentuan-ketentuan perbankan dengan junjung tinggi konsep kehati-hatian.
Terkait dengan wewenang di bagian hal pemberian izin, kecuali memberi dan mengambil ijin usaha bank, Bank Indonesia dapat memberi ijin pembukaan, penutupan dan perpindahan kantor bank, memberi kesepakatan atas pemilikan dan pengurusan bank, dan memberi ijin ke bank untuk jalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.
Di bagian pemantauan, Bank Indonesia lakukan pemantauan langsung atau tidak langsung. Pemantauan langsung dilaksanakan bagus di dalam wujud pengecekan secara periodik atau setiap saat jika dibutuhkan. Pemantauan tidak langsung dilaksanakan lewat riset, riset dan penilaian pada laporan yang dikatakan oleh bank.
Upaya Restrukturisasi Perbankan
Sebagai usaha membuat kembali keyakinan warga pada mekanisme keuangan dan ekonomi Indonesia, Bank Indonesia sudah tempuh cara restrukturisasi perbankan yang mendalam. Cara ini mutlak dibutuhkan buat menggunakan kembali perbankan sebagai instansi mediator yang akan menggerakkan perkembangan ekonomi, selain sekalian tingkatkan efektifitas penerapan peraturan moneter.Restrukturisasi perbankan itu dilaksanakan lewat usaha mengembalikan keyakinan warga, program rekapitalisasi, program restrukturisasi credit, pembaruan ketetapan perbankan, dan kenaikan peranan pemantauan bank.
Otoritas Moneter
Sistem Pembayaran
Jaga kestabilan nilai ganti rupiah ialah arah Bank Indonesia seperti diamanahkan Undang-Undang No. 23 tahun 1999 mengenai Bank Indonesia. Untuk jaga kestabilan rupiah itu perlu didukung penataan dan pengendalian akan kelancaran Mekanisme Pembayaran Nasional (SPN). Kelancaran SPN ini perlu disokong oleh infrastruktur yang andal (robust). Jadi, makin lancar dan hadal SPN, maka semakin lancar juga transmisi peraturan moneter yang memiliki sifat time critical. Jika peraturan moneter berjalan mulus karena itu muaranya ialah kestabilan nilai ganti.BI ialah instansi yang mengendalikan dan jaga kelancaran SPN. Sebagai kewenangan moneter, bank sentra memiliki hak memutuskan dan berlakukan peraturan SPN. Disamping itu, BI mempunyai wewenang memeberikan kesepakatan dan hal pemberian izin dan lakukan pemantauan (oversight) atas SPN. Mengetahui kelancaran SPN yang memiliki sifat penting secara mekanisme (systemically important), bank sentra melihat perlu mengadakan mekanisme settlement antar bank lewat infrastruktur BI-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS).
Disamping itu masihlah ada pekerjaan BI dalam SPN, misalkan, peranan sebagai pelaksana mekanisme kliring antarbank untuk tipe beberapa alat pembayaran tertentu. Bank sentra ialah salah satu instansi yang memiliki hak keluarkan dan mengedarkan alat pembayaran tunai seperti uang rupiah. BI memiliki hak mengambil, menarik sampai menghancurkan uang rupiah yang telah tidak berlaku dari peredaran.
Dengan bekal wewenang itu, BI juga memutuskan beberapa peraturan dari elemen SPN ini. Misalkan, alat pembayaran apa yang bisa dipakai di Indonesia. BI tentukan standard beberapa alat pembayaran barusan dan beberapa pihak yang bisa mengeluarkan dan/atau mengolah beberapa alat pembayaran itu. BI memiliki hak memutuskan lembaga-lembaga yang bisa mengadakan mekanisme pembayaran. Mengambil contoh, mekanisme kliring atau transfer dana, baik satu mekanisme utuh atau cuman sisi dari mekanisme saja. Bank sentra mempunyai wewenang menunjuk instansi yang dapat mengadakan mekanisme settlement. Selanjutnya BI perlu memutuskan peraturan berkaitan pengaturan resiko, efektivitas dan tata urus (governance) SPN.
Disamping alat pembayaran tunai, Bank Indonesia adalah salah satu instansi yang berkuasa untuk keluarkan dan mengedarkan uang Rupiah dan mengambil, menarik dan menghancurkan uang dari peredaran. Berkaitan dengan peranan BI dalam keluarkan dan mengedarkan uang, Bank Indonesia selalu berusaha agar bisa penuhi keperluan uang kartal dalam masyarakat bagus di dalam nominal yang cukup, tipe pecahan yang seperti, on time, dan pada keadaan yang pantas beredar (clean money kebijakan). Untuk merealisasikan clean money kebijakan itu, pengendalian penyebaran uang yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia dilaksanakan dimulai dari pengeluaran uang, penyebaran uang, pencabutan dan penarikan uang s/d pembasmian uang.
Saat sebelum lakukan pengeluaran uang Rupiah, lebih dulu dilaksanakan rencana supaya uang yang dikeluarkan mempunyai kualitas yang bagus hingga keyakinan warga selalu terlindungi. Rencana yang dilaksanakan Bank Indonesia mencakup rencana pengeluaran emisi baru dengan menimbang tingkat pemalsuan, nilai intrinsik dan periode beredar uang. Disamping itu dilaksanakan juga rencana pada jumlah dan formasi pecahan uang yang akan diciptakan sepanjang setahun kedepan. Berdasar rencana itu selanjutnya dilaksanakan penyediaan uang bagus untuk pengeluaran uang emisi baru atau pembuatan teratur pada uang emisi lama yang sudah dikeluarkan.
Uang Rupiah yang sudah dikeluarkan barusan selanjutnya dialokasikan atau disebarkan di semua daerah lewat Kantor Bank Indonesia. Keperluan uang Rupiah di tiap kantor Bank Indonesia didasari dalam jumlah stok, kepentingan pembayaran, penukaran dan pergantian uang sepanjang periode waktu tertentu. Kegitan distribusi dilaksanakan lewat fasilitas angkutan darat, laut dan udara. Untuk jamin keamanan lajur distribusi selalu dilaksanakan baik lewat pengamanan yang ideal atau dengan kenaikan fasilitas mekanisme pantauan.
Aktivitas penyebaran uang dilaksanakan lewat servis kas ke bank umum atau warga umum. Service kas ke bank umum dilaksanakan lewat akseptasi setoran dan pembayaran uang Rupiah. Sedang ke warga dilaksanakan lewat penukaran langsung lewat loket-loket penukaran di semua kantor Bank Indonesia atau lewat kerja sama dengan perusahaan yang sediakan layanan penukaran uang kecil.
Selanjutnya, aktivitas pengendalian uang Rupiah yang dilaksanakan Bank Indonesia ialah pencabutan uang pada sesuatu pecahan dengan tahun emisi tertentu yang tak lagi bertindak jadi alat pembayaran yang syah. Pencabutan uang dari peredaran ditujukan untuk menahan dan meminimalisasi peredaran uang palsu dan menyederhanakan formasi dan emisi pecahan. Uang Rupiah yang ditarik itu bisa diambil lewat cara menggantikan ke Bank Indonesia atau faksi yang lain sudah dipilih oleh Bank Indonesia.
Saat itu untuk jaga jaga kualitas uang Rupiah pada keadaan yang pantas beredar dalam masyarakat, Bank Indonesia lakukan aktivitas pembasmian uang. Uang yang dihilangkan itu ialah uang yang telah ditarik dan diambil dari peredaran, uang hasil bikin kurang prima dan uang yang tidak pantas beredar. Aktivitas pembasmian uang ditata lewat proses dan dikerjakan oleh layanan faksi ke-3 yang dengan pemantauan oleh team Bank Indonesia (BI).
Dewan Gubernur BI
Dalam melakukan pekerjaan dan kuasanya Bank Indonesia dipegang oleh Dewan Gubernur. Dewan ini terdiri dari seorang Gubernur sebagai pimpinan, ditolong dengan seorang Deputi Gubernur Senior sebagai wakil, dan sekurangnya empat atau sebanyaknya tujuh Deputi Gubernur. Periode kedudukan Gubernur dan Deputi Gubernur selamanya lima tahun, dan mereka cuman bisa diputuskan untuk sebanyaknya 2x periode pekerjaan.Pengangkatan dan Pemberhentian Dewan Gubernur
Gubernur dan Deputi Gubernur Senior diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan kesepakatan DPR. Sesaat Deputi Gubernur diusulkan oleh Gubernur dan diangkat oleh Presiden dengan kesepakatan DPR. Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia tidak bisa dihentikan oleh Presiden, terkecuali jika memundurkan diri, berhalangan masih, atau lakukan tindak pidana kejahatan.Pengambilan keputusan
Sebagai satu komunitas ambil keputusan paling tinggi, Rapat Dewan Gubernur (RDG) diadakan sekurangnya sekali dalam satu bulan untuk memutuskan peraturan umum di bagian moneter, dan sekurangnya sekali dalam satu minggu untuk lakukan penilaian atas penerapan peraturan moneter atau memutuskan peraturan yang lain memiliki sifat mendasar dan vital. Ambil keputusan dilaksanakan dalam Rapat Dewan Gubernur, atas landasan konsep permufakatan untuk mufakat. Jika mufakat tidak terwujud, Gubernur memutuskan keputusan akhir.Para Gubernur Bank Indonesia
Semenjak dibuat, beberapa orang yang dipilih sebagai Gubernur BI, sebagai berikut ini:2018- Sampai saat ini Perry Warjiyo
2013-2018 Agus Martowardojo
2010-2013 Darmin Nasution
2009-2010 Darmin Nasution (Eksekutor pekerjaan)
2009 Miranda Gultom (Eksekutor pekerjaan)
2008-2009 Boediono
2003-2008 Burhanuddin Abdullah
1998-2003 Syahril Sabirin
1993-1998 Sudrajad Djiwandono
1988-1993 Adrianus Mooy
1983-1988 Bijakin Siregar
1973-1983 Rachmat Saleh
1966-1973 Radius Prawiro
1963-1966 T. Jusuf Muda Dalam
1960-1963 Mr. Soemarno
1959-1960 Mr. Soetikno Slamet
1958-1959 Mr. Loekman Hakim
1953-1958 Mr. Sjafruddin Prawiranegara
